Menulislah dengan hati karena hati senantiasa mengerti, menuntun jiwa untuk memberi dan berbagi.
Menulis bukan sekedar menyampaikan ide, informasi atau sejumlah data dan peristiwa. Lebih dari itu, menulis merupakan energi, memerlukan energi dan dapat memberikan energi bagi penulis juga pembacanya. Menulis dengan hati, merupakan energi yang akan membuat sebuah tulisan berkarakter dan natural karena energi yang diperlukan dan digunakan bersumber dari hati penulisnya, sehingga tulisan pun memberikan energi berupa kepuasan dan semangat untuk berkarya bagi penulisnya. Faktanya, sebuah tulisan yang ditulis dengan hati seringkali memberikan energi bagi pembacanya berupa inspirasi yang bisa saja mengubah pola pikir dan caranya bersikap. Semua yang dikukan dengan hati akan menyentuh hati, tertanam di hati dan menjadi energi hati. Lalu darimana datangnya energi menulis, apa saja bentuknya dan sepenting apakah?
Energi menulis, sebenarnya lahir dari hati. Karena itu, menulis dengan hati merupakan energi utama menulis yang akan memberikan energi pada tulisan itu sendiri. Inspirasi tulisan memang bisa muncul dari mana saja, dari serangkaian peristiwa, sekumpulan data, termasuk dari tulisan orang lain. Namun, proses mencipta sesungguhnya merupakan eksplorasi kemampuan individual secara total yang dapat mencerminkan karakter tulisan bahkan penulisnya. Boleh saja ide dasarnya sama, tema dan judulnya sama, tapi tidak akan melahirkan tulisan atau karya yang benar-benar sama persis. Makanya, wajar saja jika saya katakan “mengcopy paste” tulisan orang lain tanpa permisi untuk merupakan tindakan membohongi hati dan tidak percaya diri.
Menurut saya, energi menulis pada setiap orang berbeda-beda, tergantung kepada keinginan, maksud dan tujuan masing-masing penulis. Namun, pada dasarnya energi menulis lahir dari 4 hal yang bersinergi dengan hati kita.
Pertama, kemauan. Kemauan yang kuat akan menumbuhkan tekad yang kuat. Kemauan dan tekad yang kuat merupakan energi yang mampu mengalahkan ketakutan, kemalasan juga rasa ketidakmampuan dalam menulis. Energi ini yang akan menjaga stabilitas dan konsistensi dalam proses menulis, sehingga menghasilkan tulisan yang berenergi.
Kedua, kejujuran hati. Kejujuran hati akan melahirkan ketulusan berkarya, menuntun kita menulis dengan bebas, mengembangkan pemikiran secara orisinil, tanpa beban dan apa adanya. Terlepas dari adanya referensi atau data pendukung, kejujuran hati dalam menulis merupakan fondasi yang akan memberikan energi pada tulisan yang kita buat, sekaligus menjadi energi yang menumbuhkan semangat menulis. Kejujuran hati dalam menulis akan menumbuhkan kejujuran dalam realita etika dan budaya, sehingga jujur dan tulus dalam menulis tidak selalu berlaku pada tulisan-tulisan yang bersifat pribadi seperti menulis diary atau biografi, tetapi juga tulisan-tulisan ilmiah. Kejujuran hati dalam menulis dengan sendirinya akan melahirkan proses memperbaiki dan menyempurnakan tulisan.
Ketiga, keberanian mengungkapkan gagasan atau perasaan, serta keberanian melawan keraguan. Hal ini akan menumbuhkan energi positif berupa kepercayaan diri untuk menulis. Keberanian dan rasa percaya diri akan menuntun kita pada keleluasaan berbahasa dan kebebasan mengeksplorasi data dan kosa kata dalam menulis, sehingga kita tertantang untuk menyuguhkan tulisan terbaik.
Keempat, kepedulian. Kepedulian lahir dari hati dengan melihat sederet kenyataan dan harapan, baik yang kita alami sendiri maupun dialami orang lain. Kepedulian inilah yang memunculkan energi untuk mencari ide tulisan, memproses ide, menuliskannya, hingga menjadi sebuah tulisan yang utuh. Menulis dengan didasari kepedulian akan melahirkan ketulusan dalam menulis. Kepedulian dan ketulusan ini merupakan energi yang dapat melahirkan tulisan yang bersifat problem solving karena kedua hal tersebut menstimulasi rasa ingin membantu atau mengubah keadaan yang tak diharapkan. Dapat dikatakan bahwa kepedulian merupakan bentuk empati penulis terhadap keadaan, kenyataan, pengalaman, pemikiran dan perasaan.
Menulis dengan hati adalah bicara hati yang dapat melahirkan energi untuk hati. Sejelek apapun tulisan sendiri, harus disyukuri karena kita masih bisa menulis, berbagi dan berkreasi, toh masih bisa diperbaiki. Sebaliknya, tulisan bagus dari hasil mengcopy paste (mentah-mentah, bulat-bulat, lengkap sampai titik komanya, kalimatnya sama persis dengan tulisan aslinya, tanpa permisi) tidak akan berarti apa-apa secara batiniah walaupun mendapat pujian. Jangankan kepuasan atau kebanggaan, yang ada malah beban perasaan telah mebohongi hati dan orang lain yang membacanya.
Ya, itu pun kalau yang mengcopy paste menyadari arti menghargai dan mengapresiasi sebuah karya, kalau tidak semua tulisannya bisa-bisa merupakan hasil copy paste dari tulisan orang lain. Mengcopy paste juga harus pakai nurani karena kata nurani lebih jujur dan jauh lebih berarti daripada pujian.
Untuk menghasilkan sebuah tulisan, si penulis memerlukan energi yang tidak sedikit. Kesabaran, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran serta konsentrasi. Semoga saja para copaster segera menyadari dan memperbaiki kesalahannya.
(Nia Hidayati) : dari hati