Ume Pingen Timput

By: Yadhi Rusmiadi Jashar & Hylla Shane Gerhana

         Pelataran rumahku terlihat sejuk setelah hujan pagi tadi. Melati dan bunga dahlia merah kesukaan umak menjadi gradasi yang sangat indah di antara hamparan rumput hijau. Walau tidak terlalu luas, tapi selalu terawat rapi. Pohon mangga arum manis yang berbuah lebat di sudut halaman seolah menyatu dengan siluet senja yang beriring dengan matahari yang mulai turun. Cahaya kemerahan adalah puncak putih keperakan. Matahari akan kembali ke peraduan, berbagi tugas dengan dewi malam.
Timput?
Ume memang aneh. Di tundan rumah panggung, ia asyik berbagi uban. Apalagi yang mau dicabuti. Aneh. Rambut sudah putih semua, masih saja saling mengubani. Ume memang aneh. Sore ini dia ingin makan timput. Sesore ini. Tak ada lagi yang menjual timput sore begini. Aneh. Kalau tidak dituruti, wanita sembilan puluh tahun itu akan merajuk. Dia akan bertelanjang bulat lalu berjoget sambil menyenandungkan Dirut. Satu-satunya lagu yang masih fasih dilantunkannya. Kalau sudah telanjang bulat seperti itu, ia akan menghamburkan kencingnya. Berdecir-decir, dari tundan sampai pelupoh dapur.
Timput?
Kenapa pula sesore ini ume pengin timput? Apa enaknya timput.
Timput ditumis?
Irisan bawang merah, bawang putih, sedikit garam, ditambah secuil irisan cabe merah, lalu tambah pula air sedikit, kemudian masukkan dalam jerangan minyak sayur. Ditumis, masukkan juga penyedap rasa. Jangan lupa, timput diiris-iris melintang, sesukanya. Hmmm..., tumis timput memang lezat. Apalagi yang memasaknya ibuku alias anak ume. Lezatnya akan berlipat-lipat.
Tapi ume tidak suka timput yang ditumis. Ume paling suka direbus atau dimasak sayur bening. Mulutnya yang tak berisi gigi lagi akan berdecap-decap mengemut timput yang dimasak utuh.
Sore ini, kemana mencari timput?
Atau biarkan saja ume mendendangkan Dirut sambil menari telanjang?
Tidak. Biasanya umak akan sibuk membawa handuk atau samban untuk membungkus ketelanjangan Ume. Lalu dengan lembut umak membujuk ume. Membisikkan kalau timput lagi disayurbeningkan. Ume akan menuruti kata-kata umak. Sebab hanya umak yang pandai menaklukkan ume. Seperti halnya hanya umak pula yang sanggup membersihkan feses ume yang berceceran. Kalau tidak lekas dibereskan, ume akan meremas-remas kotorannya seperti memainkan tanah liat.
Jorok.
Laku ume memang jorok.
Lebih parah dari anak kecil.
Suka marah-marah tak karuan. Suka merajuk tak ada juntrungan. Suka tertawa sendiri, menangis sendiri. Segala keinginannya harus lekas dituruti. Jika tidak, alamat ume akan telanjang bulat, lalu dia menari-nari sambil mendendangkan Dirut. Tapi umak hari ini tak ada di rumah. Bersama bak, umak pulang ke Ulu Danau, sebuah desa berhawa dingin di Kecamatan Sindang Danau OKUS. Umak dan Bak pulang ke Semende Lembak--nama lain Ulu Danau--karena ada acara keluarga. Ibung Senah mengawinkan anak tertuanya. Tinggal aku sendiri di rumah, menapukkan ume yang tingkahnya sangat menjengkelkan.
Ume sungguh menyebalkan. Ia tidak pernah mau tahu kalau aku punya kehidupan sendiri. Ia seakan mau memonopoli hidup ini sebagai miliknya sendiri. Ia selalu menyita hari-hari umak. Seperti anak kecil saja. Dibujuk-bujuk, dibersihkan kotorannya. Dituruti seluruh kehendaknya. Selalu begitu.
Hah, umak terlalu sabar. Kalau aku, huh, sudah lama ume kutendang ke Panti jompo. Ya. hanya panti jompo tempat yang pas bagi wanita tua yang tak berperasaan itu. Wanita tua yang tak mau tahu kalau aku juga butuh perhatian dari keluargaku.
Anak tunggal. Aku tak pernah merasakan enaknya jadi anak tunggal.
Sejak aku mengenal arti kasih sayang, umak lebih perhatian pada ume. Wanita rapuh itu, yang berjalan saja sudah tergopoh-gopoh dan gemetaran, selalu saja bisa mengalihkan perhatian umak pada yang lain. Ume selalu dapat mengalihkan perhatian orang agar beralih memperhatikanya.
Ume sialan.
Kenapa pula maut tidak cepat menjemputnya?
"Timput..."
"Diam!!!" kegeraman sudah tak bisa lagi kutahan.
Dari dalam kamar yang kukunci dari luar, terdengar suara ume sesenggukan. Tapi aku harus menguatkan hati agar ume tak kolokan. Ume harus diajari walau cara keras dan kasar harus diterapkan.
"Timput!!!"
"Aku pingen timput..."
Gerungan ume dari dalam kamar sudah tak kuhiraukan lagi. Aku menyibukkan diri menguteki kukuku sambil mendengarkan lagu Pempek Lenjer dari tape recorder

***

                  Entah apa yang di perbuatnya di dalam kamar, yang jelas bebanku seolah berkurang saat pikiranku mulai beralih ke tape recorder tanpa merdulikan gedoran pintu yang semakin keras di tingkah isak ume yang mulai melemah.
         “Aku pingen timput, timput..huuu timput…”
                 Kalau diturutin juga salah, kita di bilang selalu lupa kasih makan ume, walau kadang hingga lima kali minta jatah makan dengan memasang wajah melas sehingga siapapun yang melihatnya akan iba. Pada saat makan ume tidak mau di suapi. Kalau kebetulan sayurnya cocok pasti akan di habiskan sayurnya saja. Tapi kalau tidak sesuai seleranya maka nasi itu akan di campur dengan minumannya dan ditumpahkan begitu saja di lantai, rambut dan pakaiannya. Ume tidak segan menari telanjang saat ada tamu bertandang ke rumah. Oleh karena itu umak selalu mengajak ume ngobrol di luar atau dalam kamar.

"Aku pingen timput..."
Ya, timput atau khisek, oyong, gambas, palete, pitulo, gambasa, atau nama daerah lainnya memiliki nama latin luffa cylindrica. Buah yang termasuk suku labu-labuan ini tidak banyak yang tahu khasiatnya. Bentuknya panjang, kulitnya kasar, dan daging buahnya putih halus dan lembut. Rasanya yang tawar membuat buah ini cocok dipadankan dengan jenis masakan apapun, terutama sambal yang pedas. Hmmm..
Orang juga mungkin tidak tahu kalau timput obat anti diabetes. Timput memiliki kandungan cucurbitasin yang berfungsi menurunkan kadar gula darah. Timput juga berguna mengobati radang usus, asma, cacingan, radang kelenjar telinga, dan melancarkan peredaran darah. Timput dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan volume air susu ibu, melicinkan dan mencegah timbulnya kerutan pada kulit. Daun timput dipakai sebagai obat disentri, melancarkan air seni, melancarkan haid, obat anti muntah, dan di negara India sering juga digunakan sebagai penawar racun ular.
Ume luar biasa.
Mungkin saja kesukaannya pada timput membuat tubuhnya jarang diserang sakit sampai umur seratus tahun. Tapi apakah ume tahu khasiat timput?
Kututup majalah yang kebetulan di dalamnya menyajikan artikel tentang timput. Tiba-tiba saja aku teringat ume. Ume yang telah lama berkalang tanah. Ume yang di muda usiaku selalu kuanggap menyebalkan dan mengganggu kehidupanku. Ume di muda usiaku telah kuposisikan sebagai musuh.
Terbayang pula kenangan masa kecilku. Betapa ume sangat sayang padaku. Rasa sayangnya justru melebihi umakku. Saat aku sakit sawan, ume selalu menemaniku tidur. Meninabobokanku dengan cerita Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Kadang kala cerita seram seperti Hantu Gam Mok Mok, selalu kutagih untuk diceritakan. Memang sesal tak pernah datang duluan. Tiba-tiba saja aku pingen timput.
"Ume, maafkan aku. Mungkin sangat terlambat menyesali semua ini. Selama ini rasa sayangmu telah kubalas dengan kebencian tak beralasan."
"Kusesali, kenapa di usiaku yang ketujuhpuluh ini baru kusadari kesalahanku."
Air mataku meleleh perlahan meningkahi tempias hujan yang menerpa kaca kamarku. Kamar sepi. Kamar yang mengurungku dari hari ke hari. Kamar sebuah panti jompo yang mungkin akan menjadi persinggahan terakhir di dunia ini sebelum aku bersimpuh di kaki ume di alam sana.
Di sana, akan kubawa timput untuk ume.
"Aku pingen timput."
Baturaja-Hongkong,   Maret 2011
***



Keterangan:
Ume: nenek
pingen: ingin
timput: oyong
Dirut: Lagu daerah Sumsel
tundan: anak tangga
umak: ibu
bak: ayah
samban: kain panjang
ibung: bibi (adik kandung ayah)

+ Add Your Comment