CATTELYA (5): SIAPA SEBENARNYA CINTAMU

By: Petra Shandi


Perjalanan cinta kami sudah memasuki bulan pertama. Hm, semuanya terasa baik-baik saja. Setidaknya ada semangat dalam diriku. Rasanya ingin berbuat sesuatu, tentu saja demi kekasihku itu. Akhir-akhir ini Carla tampak sibuk dengan pekerjaannya, setiap minggu pasti ada sehari atau dua hari berangkat ke Jakarta untuk urusan pekerjaan.  Tapi, ya sudahlah, aku tidak mau menghambat karirnya. Kondisinya sama dengan aku di sini, aku sibuk sekali dengan proyek rumah impian Pak Surya. Butuh konsentrasi penuh untuk menjalani proyek ini.
            " Ryan, gue kadang heran kenapa ya akhir-akhir ini pak Surya jarang sekali menemui kita? yang datang pasti assistennya terus." Aku membuka percakapan di sela-sela jam istirahat kami.
" Yah elu tau lah. Pak Surya kan orang sibuk, bukan masalah ini saja yang dia urus," katanya dengan mulut penuh makanan, "Lagian dia kan mau siap-siap merit, mungkin waktunya tersita buat itu," tambahnya.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti.  Hanya saja tanpa ada Pak Surya, sulit sekali aku untuk mengkonsultasikan segala sesuatunya.  Khawatir semua yang aku buat ternyata tidak seperti yang dia harapkan.
            "Hari ini kita jadi ke lokasi?" tanyaku.
"Iyalah, mandornya tadi bilang katanya ada beberapa bahan yang habis."
"Ok." Jawabku.
            Aku dan Ryan sudah berada di lokasi bangunan, lumayan lah sudah 50% pekerjaan dibereskan, sepertinya tidak ada masalah dengan para tukang bangunan. Iyalah aku memilih para pegawai yang benar benar paham  masalah konstruksi.  
Seperti biasa aku mengelilingi seluruh bagian di bangunan itu berharap tidak ada celah yang terlewat.
"Kang, nggak ada masalah kan?" tanyaku ke si mandor.
"Beres boss...!" lelaki itu mengacungkan jempol.
Yah baguslah, semoga saja proyek ini bisa beres tepat waktu. Sebentar lagi rumah imajinasi Carla akan segera terwujud.  



Tiba tiba aku ingat Carla, kuhubungi dia via telepon.
"Halo... sayang  kamu lagi ngapain?"
"Lagi kerja dong, ih kok berisik. Kamu ini di luar?"
"Iya, ini lagi di lokasi proyek," terangku.
"Oh iya aku hampir lupa. Sore ini aku mau berangkat ke Jakarta lagi." Aku terdiam, ah.. selalu begitu.
"Kok sering amat sih ke luar kotanya?"
"Mau gimana lagi.." katanya pelan, aku mencoba untuk mengerti.
"Ya udah, nanti aku anter ya ke terminal?"
"Gak usah... aku dianter kok pake mobil kantor.." ujarnya, ya sudahlah aku tidak bisa berkata apa apa lagi.    
Malam ini lagi-lagi aku manyun di kontrakanku. Tidak ada Carla serasa sepi sekali.


Akhirnya 3 hari telah berlalu, Tuhan.. aku rindu Carla.   Meskipun kami sering bercakap via telepon tapi itu belum cukup.  Aku ingin memeluk dan menciumnya.  Karena rinduku ini membuat pekerjaan di kantor sedikit terganggu, tidak tahan rasanya ingin segera menjelang Sore. Rencanaku nanti siang aku akan ke Outlet Marie membeli satu pot Anggrek untuk kuberikan pada Carla. 
Jam 9
Jam 10
Jam 11
Jam 12
Akhirnya... aku bisa keluar dari rutinitas sejenak dan segera meluncur ke Outlet Marie.   Ah senangnya..
"Bi.. elu kemana? Gak makan siang bareng gue?" Tanya Ryan.
"Sori, gue ada perlu dulu.. bye now.." Aku pergi begitu saja meninggalkan Ryan dengan tampang bingungnya.
Aku sudah berada di halaman kantor, sejenak memandang gedung di seberangku. Aku tersenyum sendiri memikirkan pertemuanku nanti sore dengannya.

Sebuah sedan mewah berhenti tepat di depan gedung Bank Mulya.
Seorang lelaki ganteng keluar dari mobil tersebut. Loh itu kan Pak Surya? aku berniat menghampiri. Aku hampiri.. namun lelaki itu terlanjur masuk ke dalam gedung. Akhirnya akupun membuntuti hingga ke dalam gedung Bank Mulya.
"Pak Surya.. " panggilku dari belakang.
Merasa seseorang memanggilnya, Pak Surya menoleh dan menemukanku melambaikan tangan. Lelaki itu tersenyum lalu menghampiriku.
            "Halo apa kabar Pak Arbi..?" Lelaki itu menjabat tanganku.
"Baik sekali pak, wah kebetulan ya kita bisa ketemu lagi," kataku ramah. "Ngomong-ngomong dari kapan Bapak ada di kota ini?"
"Baru saja tiba. Rencana saya memang menuju kantor Pak Arbi," katanya, "namun saya ada perlu dulu dengan tunangan saya." Aku mengernyitkan dahi.
"Tunangan Bapak? Di mana? Di Bank ini?" Lelaki itu mnganggukkan kepalanya" Iya, mari saya kenalkan padanya."
" Boleh." Aku mengangguk senang.
Kami berjalan bersama. Nampak Carla di sana. Aku tersenyum lalu berjalan menghampirinya bersama sama dengan Pak Surya. Nampak Carla terkejut dengan kehadiran kami berdua.
"Nah kenalkan ini calon istri saya." Dalam sekejap aku mengarahkan pandangan ke Pak Surya.
"Si.. siapa pak? "
"Yah ini... Carla kenalin ini arsitek yang akan membangun rumah kita." Bukan main lemasnya badanku saat ini.   Carla... Carla kekasihku..
"Ha.. hal" perempuan ini menjulurkan tangannya kepadaku. Aku memandang perempuan itu dengan seksama ... Carla? apa apaan ini?
"Halo.." Aku menerima uluran tangannya, Carla hanya menundukan kepalanya.   Oh Tuhan.. tiba tiba kepalaku pusing bukan main.
           
Di kamar ini aku terdiam. Masih terngiang ucapan Pak Surya saat mengenalkan Carla padaku. Ini kejam, kejam sekali. Bagaimana bisa perempuan itu berpura-pura jatuh cinta padaku? Aku masih belum percaya. Apa mau Carla dariku? Belum cukupkah lelaki kaya itu baginya? Dan kini masih ingin bermain-main dengan lelaki seperti aku?  Sekali lagi aku meneguk habis bir kalengku.   Tidak terasa aku sudah meneguk 6 kaleng bir.

"Bi..." suara seorang perempuan terdengar di sekitarku.
"Ah.. datang juga akhirnya." Aku tersenyum sinis saat menyadari Carla berada di kamarku. "Mau apa? Mau membanggakan diri kalau kamu menang di permainan ini?" Carla menundukan kepala.
"Maafkan aku Bi.." Aku duduk termenung.
"Kamu jahat Carla.. bagaimana bisa seorang perempuan seperti sepertimu tega berbuat begitu?" 
"Maafkan aku... kamu benar aku jahat. Mungkin lebih baik kamu mencari orang lain saja."
" Mencari orang lain? Siapa? Tidak ada siapa-siapa di sini Carla!" Aku menunjuk ke diriku sendiri.  "Aku hanya mau kamu! Aku mencintai kamu..!!" kulempar kaleng bir kosong ke dinding kamar yang membuat Carla ketakutan bukan main.
"Aku mohon Bi.. jangan seperti ini." Carla mulai menangis. “Aku terpaksa melakukan ini," katanya terisak. "Namun yang pasti cintaku padamu bukan main-main. Aku sungguh mencintai kamu."    
"Tinggalkan Surya... " kataku pelan.
"Aku tidak bisa Bi,  kumohon jangan paksa aku." Perempuan itu semakin menangis. "Ya sudah.. pergi saja kamu dari sini." Perempuan ini akhirnya memilih pergi.
Ingin rasanya aku menangkap, memeluk dan memintanya untuk tinggal, tapi aku bisa apa? 
Carla lebih memilih lelaki kaya itu dibanding Arsitek miskin seperti aku.
"Carla..." Akhirnya aku yang membuka mulut. "Jika benar kamu mencintaiku, aku akan menunggumu, aku akan menunggumu di taman Cattleya." Kataku pelan.

Perempuan itu hanya berlalu menjauhiku, menjauhi aku yang terpuruk di sini. Terdiam lemah tanpa seorang yang perduli. Mencoba tersenyum namun aku tidak bisa, terlalu sakit.   Masih berfikir tentang ucapannya itu. Cintanya padaku bukan main main. Lalu siapa sebenarnya cintamu Carla?

+ Add Your Comment