MENCARI CINTA SEJATI

By Fitri Cook-Bomer




1 Desember 2007
          
     “Maaf ya, aku harus meninggalkan kamu... Aku harus pergi ke luar negeri,” wanita itu mencampakkanku di tengah derasnya hujan. Aku hanya dapat memandangnya penuh tanya. “Pasti nanti kamu mendapatkan seseorang yang lebih baik dari aku, maaf...,” wanita itu berlari dan bayangnya tenggelam di derasnya hujan.
          Aku kebasahan. Aku coba pandang langit, tapi tak bisa. Hujan terus membasahi mataku. Membasahi tubuhku. Tapi hujan tak dapat menghapus luka di hatiku. Lagi-lagi aku dicampakkan.

***

5 Desember 2007
          
         Aku melangkah tanpa tujuan. Lapar datang menghampiriku. Semenjak aku dicampakkan lagi, aku tak makan dengan porsi utuh. Hanya sisa dari orang-orang rumah. Tengah meratapi diri yang kelaparan, tiba-tiba tercium aroma sate ayam. Menggoda. Aku mencari dimana sumber aroma itu. Hingga akhirnya langkahku terhenti di depan sebuah rumah makan. Aroma sate ayam itu semakin jelas dan membuat air liurku menetes. Aku kelaparan. Aku memasuki rumah makan itu.
          Tapi, aku malah diusir! Si pemilik rumah makan itu tidak menyukai kedatanganku. Terpaksa aku keluar lagi dari rumah makan itu. Aku terduduk di depannya. Mencoba mengatasi laparku dengan aroma sate ayam yang hanya dapat kucium.
          “Kamu lapar ya?” tiba-tiba seseorang muncul dari dalam rumah makan itu. Seorang gadis remaja, dia memandangku penuh belas kasihan. “Ini untuk kamu...,” gadis itu menyerahkan beberapa batang sate ayam yang baru matang.
           Aku memandang sebatang sate itu penuh nafsu, ingin ku melahapnya. Gadis itu duduk di hadapanku, dipisahnya daging ayam dari tusuk satenya. Lalu diberikannya daging-daging hangat itu padaku. Aku langsung melahapnya. Nikmat. Perutku perlahan terdiam, tak meraung-raung lagi.
          “Kamu sangat kelaparan ya?” ujar gadis itu sambil tersenyum memandangku. Dia terus menungguiku makan hingga selesai.
           Beberapa saat kemudian, sate pemberian gadis itu habis untuk perutku. “Kamu ikut ke rumahku ya, bagaimana?” tawar gadis itu sambil tersenyum. Tanpa kujawab, gadis itu langsung menarikku entah kemana yang merupakan rumahnya.

***


12 Desember 2007
          
                 Ternyata semua wanita sama saja. Gadis baik hati itu hanya seminggu menemaniku.
          “Maaf, aku sudah tidak dapat menemani kamu lagi. Ibuku kurang menyukaimu. Aku terpaksa harus meninggalkan kamu...,” tapi gadis cantik itu berbeda dengan wanita sebelumnya. Gadis itu menangis, dia memelukku erat. Hangat. Tapi akan segera hilang. Perlahan gadis itu melepas pelukannya. Dia memandangku untuk terakhir kalinya, “Sebenarnya aku sangat menyayangimu...,” ucapnya lirih. Gadis itu lalu berbalik pergi. Dia terus menangis. Dan aku gagal lagi...

***

15 Desember 2007
           
           Kini aku berjalan lagi tanpa tujuan. Hampa. Hatiku melayang, tak merasa apa-apa. Aku tak ingin hidup, tapi mati pun aku enggan.
           Hingga akhirnya aku melintas di depan sebuah rumah besar. AUW! Gerbang rumah itu terbuka dan menabrakku dari belakang. Aku langsung terjatuh. Pantatku sakit, begitupun kepalaku yang kejatuhan buah apel dari pohon rumah besar itu yang tersenggol oleh pagar.
           “Kamu tidak apa-apa?” seseorang menghampiriku dengan panik. Seorang wanita tua yang tampak bijaksana. Aku menatap wanita tua itu dengan sedikit kesal. Sudah jelas aku ada apa-apa. Aku kesakitan. “Maaf ya, pelayan rumah ini memang sedikit ceroboh!” ujar wanita itu sambil membantuku bangkit dari jatuhku.
            Aku memandang wanita tua itu. Sepertinya...dia adalah wanita selanjutnya.

***

18 Desember 2007
          
          Aku sangat bersyukur melintasi rumah besar itu. Aku juga bersyukur bisa ditabrak gerbang rumah itu. Karena berkat itu semua, aku bisa bertemu dengan wanita paling tepat. Dia membuat hidupku tenang, nyaman dan bahagia. Setiap hari aku diperhatikan dan disayang. Aku diberi makan yang cukup. Diberi perawatan yang baik untuk tubuhku. Dan wanita tua itu selalu memintaku menemaninya tidur.
          Hari ini, aku sedang berjemur di halaman belakang rumah besar itu. Hingga tiba-tiba, “Kamu siapa?” seorang anak kecil menghampiriku. Aku menoleh kaget.
          “Dia keluarga baru di rumah kita,” sang wanita tua itu yang menjawab celetukan si anak kecil.
         “Ibu, aku kan sudah bilang! Jangan pernah tambah masalah lagi di rumah ini! Buat apa sih yang seperti ini dibawa masuk ke rumah!” teriak seorang pria baya dari dalam rumah sambil melangkah mendekati wanita tua. Pria itu menatap tajam padaku. Menyeramkan.
         Sang wanita tua tersenyum, “Sudahlah. Lagipula aku ini kesepian di rumah sebesar ini. Aku rasa tak masalah jika aku mengajak dia ke rumah ini, aku kesepian...,” ujar wanita tua itu sambil mencubitku pelan.
         “Aku suka dia, Pa...,” si anak kecil buka suara sambil menatapku.
         Pria baya itu mendengus kesal, “Dasar! Nenek dan cucu sama saja!” tukasnya sambil berbalik masuk ke rumah penuh kemarahan.
         Wanita tua itu hanya tersenyum, lalu dia menoleh pada si anak kecil, “Kamu benar-benar suka sama dia?” tanya wanita itu. Sang anak kecil mengangguk. “Kalau begitu, jika nenek sudah tidak dapat bersamanya lagi, nenek akan menyuruhnya untuk menemanimu,” ujar wanita tua itu lagi sambil memandang si anak kecil.
         “Memang kenapa nenek tidak bisa bersama dia?” tanya anak kecil itu penasaran. Tapi wanita itu hanya menjawabnya dengan tersenyum dan memandangiku. Aku ikut penasaran.

***

24 Desember 2007
          
             Suasana rumah itu biasanya tenang. Tapi tidak untuk hari ini. Semua pelayan panik. Dan sang wanita terlihat lemah di ranjang tidur kamarnya. Ada apa ini? Aku mendekati sang wanita.
          Wanita tua itu menyadari keberadaanku, “Kamu kaget ya? Sebenarnya aku mengidap penyakit jantung, sudah cukup parah. Mungkin aku akan segera mati,” ujar wanita tua itu sambil memandang langit-langit kamar. Wanita itu tersenyum, tapi itu bukan senyuman yang biasa kulihat. Kali ini dia tersenyum penuh kepasrahan.

***

28 Desember 2007
          
           “Sepertinya kamu sudah sering ya dicampakkan oleh banyak wanita,” ujar sang wanita tua yang masih terbaring di tempat tidurnya. Aku hanya terdiam. Wanita tua itu tersenyum, “Suatu saat pasti kamu menemukan wanita yang tepat untuk kamu.”
          Aku memandang wanita itu, aku sudah menemukannya kok...
         “Yang pasti wanita itu bukan aku,” celetuk wanita itu. Aku tersentak. “Kamu terpaksa harus siap untuk ditinggal lagi...,” wanita itu memelukku.

***

29 Desember 2007
          
           Wanita tua yang bijaksana dan penuh perhatian itu meninggal. Sesaat setelah ucapannya semalam, dia menghembuskan napas terakhirnya. Aku ingin menangis. Ini terlalu menyakitkan! Setelah wanita itu dimakamkan, aku kabur dari rumah besar itu.Terlalu banyak kenangan antara aku dan wanita itu di rumah besar itu.
           Akhirnya, aku melangkah dengan tanpa arah kembali. Apa sekarang aku akan menemukan wanita yang dapat kumiliki selamanya?
           Kini, aku sedang menunggu jalanan cukup sepi untuk kuseberangi. Hingga akhirnya aku melangkahkan kakiku. Tiba-tiba kurasa mendengar suara mobil melaju kencang ke arahku. Aku menoleh. Mobil itu semakin mendekatiku.
           “Punoooot!!!” teriak seseorang sesaat sebelum aku pingsan karena shock.

***

30 Desember 2007
            
             Aku melangkah mendekati seorang gadis kecil yang terlelap di atas ranjang. Gadis kecil itu belum terbangun juga. Aku merasa bersalah padanya. Dia telah menyelamatkanku dari peristiwa tabrakan semalam. Kulihat gadis itu memiliki luka di sekujur tubuhnya. Sedangkan aku, tak tergores luka sedikitpun. Gadis kecil ini adalah cucu sang wanita tua waktu itu. Perlahan mata si gadis kecil terbuka, dia menoleh ke segala arah dan menangkap sosokku. “Punot, kamu selamat?” ucapnya sambil tersenyum polos. “Syukurlah...,” gumamnya sambil memandangi langit-langit kamar.
             Tiba-tiba muncul seorang pria baya, ayah si gadis kecil. “Kamu tidak boleh ada di sini! Kamu sudah menyebabkan anakku terluka!” pria itu membentakku.
             “Papa...aku mau Punot disini...,” rintih si gadis kecil.
             “Tidak! Kamu harus pergi! Pergi!” sang pria baya menendangku. Aku terkejut dan berlari pergi. Kudengar si gadis kecil menangis. Tapi aku takut untuk kembali.

***

31 Desember 2007
            
                 Aku tak punya tempat untuk pulang. Sekarang aku benar-benar hilang arah. Padahal sampai tiga hari yang lalu, aku sangat beruntung. Tapi sekarang? Kebahagiaanku lenyap. Kini yang kurasa hanya perih. Hatiku tergores-gores. Dan tendangan si pria baya masih membekas di perutku dan membuat langkahku tertatih.
            “Huh! Menghalangi jalan saja!” gerutu kesekian kali yang kudengar hari ini. Karena langkahku yang tertatih, jalanku pun lambat. Aku kali ini benar-benar ingin mati.
            Hujan kini membasahi seluruh tubuhku. Aku kedinginan, sama seperti hari itu. Aku kelaparan, sama seperti waktu itu. Aku kesakitan, sama seperti kemarin. Kini kurasa semua dalam satu waktu. Akhirnya kuhentikan langkahku di depan sebuah etalase toko. Tapi tak lama aku langsung diusir.
            Dingin...lapar...sakit...Ketika aku merasakan semuanya bersamaan, tak adakah orang yang menolongku? Di tengah ramainya orang-orang membicarakan tahun baru, tapi aku malah menderita seperti ini. Tak kurasa lagi pelukan hangat dari wanita tua, belaian lembut dari gadis remaja dan hal lainnya.
            Dengan separuh tenaga dan pandanganku yang terbatas, aku berjalan terus. Hingga tiba-tiba, seolah kejadian kemarin terulang lagi. Sebuah mobil melaju menuju ke arahku. “MIAAAAW!!!” teriakku. Tubuhku terlindas mobil itu. “MIAW! MIAW!” raungku kesakitan. Tapi kini tak ada sesosok tangan yang menolongku.
            Perlahan kesadaranku menghilang...”HAPPY NEW YEAR!!!” teriakan riuh ramai itu mengakhiri kesadaranku.

***

1 Januari 2008
             
               Aku lihat sang wanita tua melapangkan tangannya padaku. Dia tersenyum padaku. Aku berlari mendekatinya. Ternyata memang dialah wanita paling tepat untukku.
             “Punot, mulai sekarang kita terus bersama ya...,” ujar wanita tua itu sambil tersenyum dan memelukku erat. Iya, mulai sekarang kita terus bersama...

THE END

+ Add Your Comment