CATTELYA (6) : MASA PENANTIANKU TELAH BERAKHIR

By: Petra Shandi


Sepertinya sudah cukup. Penantian ini lama-lama membuatku semakin tidak berdaya.   Sudah saatnya aku menyerah dan tidak memikirkannya lagi.  Hampir dua bulan berada di taman ini setiap malam membuatku gila juga, namun perempuan yang aku harapkan tidak kunjung tiba.  Carla mungkin sudah bahagia dengan Surya, dan itu sepertinya sudah menjadi garis takdirnya. Aku tidak bisa terus-menerus menyalahkannya. Kini, sudah saatnya aku mencari kebahagiaanku sendiri.
            Aku berjalan menyusuri  kawasan perumahan elit di kotaku. Ingin sekali melihat rumah impian Carla  yang berhasil aku bangun 3 bulan yang lalu. Pak Surya sangat puas dengan desainku dan tentu saja aku pun  puas, karena jauh dalam hati aku mempersembahkan rumah ini khusus untuk Carla, yang pada akhirnya Pak Surya lah yang lebih mampu mewujudkan rumah impian ini menjadi sebuah rumah yang nyata.
Rumah ini telah diisi dengan dengan segala furniture mewah oleh sang pemilik. Tinggal menunggu waktu saja tepatnya bulan depan saat mereka sah menjadi suami istri. Kartu undangan belum aku terima, namun aku yakin Pak Surya pasti mengundangku. Tuhan, kuatkah aku menahan semua kesedihan ini?
Dalam perjalanan pulang aku merasakan suatu energi baru. Saat kusadari cahaya bulan purnama menerangiku sepanjang jalan ini seolah olah memberiku petunjuk akan ada jalan terang untukku di masa depan.   Aku harus mencari kebahagiaanku sendiri. Harus..
            "Apa Bi?? " Ryan terkejut bukan main, aku hanya menganggukkan kepala penuh kemantapan.
"Lalu kalau elu mengundurkan diri dari perusahaan ini, bagaimana nasib kita ?" Aku menatap heran sahabatku itu.
"Loh, emang gak ada gue kenapa?"
"Aduh, elu sadar dong. Elu satu-satunya andalan kita di kantor ini." Aku menggelengkan kepala.
"Nggaklah, elu juga aset berharga di perusahaan ini." Ryan terdiam, sepertinya dia kecewa padaku.
"Apa ini karena Carla? " Aku tidak menjawabnya. "Ayolah sobat, relakan perempuan sial itu...jangan sampai mempengaruhi karir elu." Aku hanya diam sambil menutup wajahku dengan tangan ini.
"Ryan.. ini gak ada hubungannya sama Carla," kataku. "Gue perlu istirahat, gue capek."
"Lalu rencana elu apa?"
"Gue mau pergi jauh." Ryan memandangku penuh tanda tanya, “Gue mau ke Singapura, menuntut ilmu di sana."
"Oh, Arbi."
"Ini Keputusan gue, Ryan.. gak bakal gue rubah."  Kupotong kalimat yang ingin disampaikan Ryan. Ryan akhirnya menyerah.
“Ok Bi, kalo itu sudah jadi keputusan final elu.  gue gak bisa apa apa lagi."
                                                              ***
Tiga tahun telah berlalu, akhirnya aku kembali ke tanah air.  Lumayan lah banyak yang aku dapat selama di Singapura selama ini. Aku menyelesaikan studiku dengan cepat dan sisanya aku bekerja di sebuah perusahaan desain di sana. Kini aku kembali karena pembukaan cabang perusahaan di Indonesia, beruntungnya aku terpilih untuk menjalankan tugas di sini.
Sesaat aku teringat Carla, bunga Cattelya ku. Apa kabar ya dia sekarang? Mungkin kini dia sudah bahagia dengan Surya. Ingin kembali ke kota kecilku, tapi sudahlah aku tidak mau melihat pasangan itu.   Mereka pasti sudah menempati rumah impian yang kubangun itu.   Lebih baik di sini saja, memulai hidup baru dengan pekerjaanku saat  ini.
Ah Ryan.. apa kabar anak itu? Aku mencoba menghubunginya.
"Halo..." terdengar suara khas Ryan di sana.
"Ryan, ini gw.. Arbi.." kataku.
“Arbi?? Ya ampuun, apa kabar lu sobat?” Terdengar  nada gembira di sana.
"Yah gue baik baik aja."kataku.
"Kapan elu balik ke Indonesia?"
"Kemarin, Alhamdulillah studi gue di sana udah kelar."
"Good.. terus elu kerja dimana?"
"Gue sebenernya udah kerja di perusahaan asing di Singapura, nah kebetulan mau buka cabang di Indonesia, mereka minta gue buat urus urus di sini.”
"Keren," puji Ryan,  so.. kapan nih kita ketemu? Elu lah datang kesini.. gue kayaknya  blom ada waktu buat maen ke Jakarta." Aku berpikir sejenak.
"Ok.. kenapa nggak? " kataku.
Sempat berpikir, bagaimana kalau bertemu Carla? Ah, sudahlah semua sudah berlalu.   Buat apa aku ingat masa masa itu.   Lagipula aku rindu kota kelahiranku, rindu kantor lamaku juga rindu Marie.
Siang ini aku tiba di kota kelahiranku.  Aku menunggu kedatangan Arbi di Taman Cattelya. Kuperhatikan sekelilingku. Bunga bunga indah itu sudah tidak ada, digantikan oleh rumput rumput liar yang tumbuh dimana-mana. Air mancur yang tidak berfungsi dengan kolam yang keruh dan berlumut. Sedih sekali aku melihatnya. Taman ini adalah karyaku yang sempat dipuji-puji oleh Pak walikota 3 tahun yang lalu.
            "Bi..!" terdengar seseorang memanggil namaku dari belakang, pandanganku tertuju ke arah sumber suara... Ahh... Ryan. Aku menghampiri dan kupeluk erat-erat sahabatku itu.
"Apa kabar sahabatku?" sapaku, Ryan mengangguk.
"Gue baik baik saja.  Wow.. liat elu... Makin ganteng aja.." Aku tertawa.
"Gimana kabar temen temen yang lain?"
"Alhamdulillah.. semuanya baik baik saja." Aku tersenyum puas.." Ayuk ah kita cari Cafe aja. Gak nyaman gue di sini."
Kami pun bergegas meninggalkan Taman Cattelya

Saat di Cafe aku memulai pembicaraan lagi
"Ryan.. itu kenapa Taman Cattelya sampai gak keurus gitu?"
"Ah.. tau ah.. ini gara-gara pergantian Walikota." Katanya. " Walikota yang sekarang kurang becus." Tambahnya, aku mengangguk tanda mengerti.
"Ditambah sang pencipta Taman Cattelya gak ada di sini lagi." Aku tertawa, kami terdiam.
"Elu pasti berat ya menginjakkan kaki di kota ini lagi?"     
"Gak tau lah .. gue masih blom bisa lupain perempuan itu. Mungkin nanti saat gue nemuin pengganti Carla, semuanya bisa berlalu."
"Mereka tidak menikah Bi." Aku tersentak.
"Tidak menikah? "Aku terkejut bukan main.
"Carla melarikan diri  disaat berlangsungnya pernikahan itu."
"Apa?" Aku benar benar tidak percaya. "Lalu... lalu dimana Carla sekarang?"
Ryan menggelengkan kepala, "Gak taulah Bi, Carla mendadak hilang ditelan bumi seiring kepergian elu di kota ini."
"Lalu bagaimana dengan Surya?" Sempat terpikirkan Pak Surya, lelaki itu pasti terpukul sekali dengan perbuatan Carla.
"Lelaki itu tentunya kecewa. Gue bisa lihat ekspresi wajahnya yang menahan kecewa dan malu saat hari perkawinannya itu," katanya.
Oh Carla, apa yang ada di benakmu sebenarnya? Ya Tuhan, hatiku benar benar tidak tenang.
"Sorry Bi.. gue buat perasaan elu gak enak seperti ini." Aku tersenyum.
"Gak pa pa kok.. cuma yang bikin gue penasaran dimana Carla sekarang?"
"Bi...! Gue ingetin. Lupain perempuan itu, dia udah banyak menyakiti banyak orang."  Ryan mencoba mengingatkanku.
Aku hanya terdiam tidak menanggapi,   pasti ada alasan kenapa Carla melakukan ini semua.
***

Rencanaku kini menemui Marie.. kangen sekali dengan perempuan setengah bule itu. Sudah lama aku tidak mendapatkan informasi tentang bunga Anggrek lagi, karena selama ini memang dialah sumber berita ter update tentang bunga kesukaanku itu.
"Hi.. dear, How are you." Perempuan itu menyambutku dengan gembira.
"Fine.." Aku memeluk perempuan yang sudah kuanggap kakakku itu.
"Marie.. saya kangen banget sama kamu," kataku senang. "Gimana usaha Florist nya berjalan lancar?" 
"Sure, semakin hari outlet saya semakin banyak pengunjung. Sekarang saya buka cabang loh di jakarta." 
"Oh ya?" Aku senang mendengarnya.
"Bagaimana kehidupan mu sekarang? sudah memiliki pasangan kah?" Aku menggelengkan kepala. "Saat ini yang aku pikirkan cuma karir dan..." aku menghentikan kalimatku.
"Carla?" Tebak Marie, aku hanya tersenyum.
"Tadi Ryan cerita tentang perkawinan Carla yang dibatalkan."
"Oh.. kamu sudah mendengarnya?"
Aku mengangguk...
"Kuharap dia dalam keadaan baik baik saja, bahagia dan menikah." Marie memegang jemariku, "Kamu masih menantinya?" Aku menundukan kepalaku.
"Masa penantianku sudah berakhir Marie,   mau kemana aku mencarinya? biarlah dia tenang dengan kehidupannya sekarang."
"Dia ada Bi.. dia baik baik saja, tentu saja semua berkat doamu." Marie menenangkanku seolah olah dia tahu keberadaan Carla.
Baik baik ya sayang... Biarlah takdir mempertemukan kita lagi kelak...

+ Add Your Comment