CATTELYA (8) : JATUH CINTA YANG KEDUA KALI (TAMAT)

By. Petra Shandi 


Seorang spesialis Cerita Cinta dari kampung kami tercinta WR04.

Semakin hari aku semakin terbenam dalam pekerjaan. Proyek besar ini benar-benar menyita waktuku. Baguslah,hingga aku tidak banyak berfikir macam-macam terutama tentang  Carla. Bukannya aku tidak mau memikirkannya , tapi aku sudah serahkan semuanya pada yang diatas. Biarlah kami bertemu kembali di kehidupan lain.
            “Bi, katanya kamu tau banyak tentang bunga ya?” ujar Danny. Hm.. tahu darimana dia?
“Sedikit sih..kenapa?”
“Itu si Dini, dia ditugaskan buat dekorasi ruangan untuk acara Launching.”
“Aduh, saya gak hapal Outlet bunga yang bagus di Jakarta.” Masa aku harus nelpon Marie?
            Dan pembicaraan pun berhenti sampai disana. Ingat bunga ingat Cattelya, ingat Cattelya ingat Carla. Dulu aku pernah memberikan satu pot Cattleya padanya. Masih kah dia memeliharanya? Aku tersenyum kecil sambil berlalu.
            Sore ini aku sengaja pulang cepat. Numpung pekerjaan  kelar sebaiknya aku segera sampai di rumah sebelum macet menimpa. Sengaja aku ambil jalur lain. Jalan ini lebih sepi dibanding jalur yang biasa aku pakai, hanya saja butuh waktu lama untuk tiba ke rumah. Tapi, tidak apa-apa aku menikmati perjalanan ini. Angin sepoi-sepoi yang membelai wajahku sore ini membuatku nyaman luar biasa.
            Aku nikmati setiap belaian sejuk dengan sinar khas sore hari. Memasuki komplek pertokoan kecil dengan berbagai nama yang terpajang di reklame. Sore yang tepat untuk jalan-jalan santai, kalau saja aku tidak bawa kendaraan, rasanya ingin berjalan di sepanjang  ruas jalan ini. 
            Tiba- tiba ada satu toko yang menarik perhatianku. Terpasang suatu nama di reklame CATTELYA. Hm.. nama yang indah. Penasaran? Tentu saja. Mobilku menepi dan segera kuhampiri toko mungil itu. Outlet Bunga? Akhirnya aku menemukannya. Kini aku bisa kembali menyalurkan hobiku di sini.
            Aku Memasuki Cattelya, aroma bunga segar terasa sekali di hidungku. Berbagai jenis bunga cantik berwarna warni menghiasi setiap sudut ruangan. Kulihat beberapa wanita cantik tengah santai melayani pengunjung khas dengan celemek yang terpakai di badannya.  
            Seperti biasa aku melihat-lihat koleksi anggrek. Hm.. lumayan, hampir semua jenis Anggrek tersedia disini.   Berada di  Outlet Cattelya serasa berada di Outlet Marie.  Mungkinkah ini Cabang dari Outlet marie?
            “Hm, ini jenis Black Orchid.” Seseorang berkomentar saat aku tengah asyik memperhatikan salah satu jenis Anggrek berwarna hitam yang anggun.
“Bagus sekali,” jawabku masih dengan perhatian tertuju pada Anggrek itu.
“Berapa ini harganya?” baru aku menengok ke arahnya.
Ya Tuhan…! aku terkejut sekali. Tanganku bergetar, wajahku berkeringat. Begitu pun dengan perempuan itu. Dia terpaku memandang wajahku.
“Carla….?” Sapaku pelan, perempuan itu masih terkesima. Perlahan air matanya mengalir.
“Arbi..? Sungguh ini Arbi?” Katanya setengah tidak percaya.
Ingin memeluknya tapi  ini tempat keramaian.   Kami hanya bisa saling memandang satu sama lain. Kami memutuskan keluar menuju taman kota.
            “Apa kabar Carla?’
            Perempuan itu tersenyum anggun. Carla memang berubah. Dengan potongan rambut panjang dan lurus membuatnya seperti wanita dewasa. Tidak ada lagi tawa cekikikan disela sela pembicaraan kami.
            “Aku baik-baik aja Bi,” katanya, “Beberapa tahun ini kehidupan  telah mengajarkanku banyak hal.  Belajar tegar, bertahan hidup dan dewasa.”
“Iya. Aku bisa melihatnya.” Tatapanku masih belum lepas dari indahnya wajah itu. 
“Lalu? Bagaimana dengan hidupmu?” Carla berbalik tanya.
“Aku baru saja kembali dari Singapura dan bekerja di sebuah perusahaan Desain asing.” Carla mengangguk tanda mengerti.
“Bagaimana ceritanya kamu membuka usaha Florist?” Carla tersenyum sambil mengaduk Cappucinonya.
“Sebenarnya Outlet ini milik Marie.”
“Marie?”
“Ya.”
Jadi selama ini dia tahu keberadaan Carla? Lalu kenapa dia tidak mengatakan apa-apa tempo hari?

                                                                          ***

Saat itu pikiranku kalut. Dikepalaku hanya ada satu tekad, melarikan diri. Ya, aku harus lari dari pernikahan paksa ini. Biarlah waktu yang akan membawa nasibku kemana nantinya. Dengan memakai kebaya pengantin, aku menyelundup keluar dari kamar.
Tanpa ada bayangan sedikitpun arah  tujuanku, aku nekad menghentikan taksi dan pergi jauh dari gedung itu. Aku berfikir keras siapa satu nama yang bisa membantuku. Tiba-tiba taksi melintasi Outlet Marie, kupikir mungkin dialah orang yang bisa membantuku .Tanpa fikir panjang kuputuskan untuk mendatanginya.
            Beruntungnya marie menerimaku. Akhirnya aku bersembunyi di tempatnya hingga beberapa bulan lamanya. Disana  itu aku mulai belajar mengenai ilmu tanaman khususnya bunga, lumayan lah bisa membantu pekerjaan sehari-hari Marie.
            Hingga suatu hari aku berfikir untuk pergi, tidak mungkin selamanya aku merepotkan Marie.  Marie sempat melarang, namun sikapku yang keukeuh membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Suatu ketika Marie menawarkan ku untuk mengelola sebuah Outlet baru disini. Inilah Outlet Cabang milik Marie yang sengaja kuubah namanya menjadi Outlet Cattelya.
Satu hal yang kutitipkan pada Marie, yaitu  memintanya  untuk merahasiakan keberadaanku siapapun orangnya termasuk Surya dan Arbi,  dua orang yang telah  kuhancurkan hidupnya.
Hari-hariku disini hanya mengelola outlet. Tidak terbersit sedkitpun untuk kembali ke rumah orang tuaku. Sudah saatnya aku menerima balasan atas semua perlakuanku pada mereka. Dosa-dosaku sudah terlalu banyak, mungkin lebih pantas aku menghilang saja dari kehidupan keluargaku, Surya dan Cintaku Arbi. 
                                                                         ***

Aku tertegun mendengar penjelasan Carla.   Maafkan aku Carla yang saat itu dengan seenaknya pergi meninggalkanmu.  Kalau saja aku tahu  mungkin tidak akan seperti ini jadinya.
            “Aku tahu apa yang ada di kepalamu,” tebak Carla. Aku tersenyum, tentu saja kamu tahu sayang, kamu tahu persis siapa aku. Sesaat kemudian aku meraih tangannya.
“Carla, aku sudah ada di depanmu.” Aku angkat tangannya dan kutaruh ke dadaku.
“Bisa kamu rasakan ini? Debaran seperti ini pernah menimpaku saat pertama kali bertemu gadis bergaun biru laut yang tengah kepanasan di siang hari.” Carla tertawa kecil. “Oh Tuhan, kamu masih mengingatnya.”
“Tidak akan pernah lupa Carla. Karena ingatanku selalu aku refresh setiap malam  di dalam mimpiku.”
            Carla tertegun.
“Ini seperti…” kuhentikan ucapanku.
“Seperti apa?”
“Seperti jatuh cinta yang kedua kali,” kataku sungguh-sungguh.
            Saat inilah  masa-masa romantisku berulang kembali.   Semuanya seolah –olah kembali ke masa lalu dan berada di tempatnya masing-masing. 
Aku, Carla dan Cattleya.

+ Add Your Comment