CATTELYA (1) : TAMAN CATTELYA

By: Petra Shandi


Malam ini aku menantimu, sama seperti malam malam sebelumnya. Duduk sendirian di taman Cattelya. Ditemani indahnya lampu malam yang berwarna warni, cukup menghibur kesendirianku. Aku akan tetap menantimu Carla, sampai kapan juga.
Taman Cattleya begitu berarti buatku. Selain karena aku yang mendesain sendiri taman ini, suatu pertemuan yang tanpa sengaja telah terjadi disini, kamu dan aku. Senyumku semakin berkembang saat mengingatmu. Aku bangkit dari kursi dan berjalan mengitari taman kota yang baru saja diresmikan 6 bulan yang lalu, waktu yang sama seperti pertemuan kita.  Satu hal  yang aku suka dari taman ini, ditanamnya beraneka ragam bunga Cattelya. Aku penggemar Anggrek terutama jenis Cattleya, berbentuk indah dengan kelopaknya yang besar berwarna terang.  
Ditengah-tengah keindahan Cattleya itu terdapat sebuah batu besar sebagai tanda peresmian Taman Cattleya ini, begitulah taman kota ini dinamakan.   
Aku melangkah lagi ke bagian lain, terdapat sebuah Air mancur buatan yang sangat unik ... Airnya mancurnya menjulang hingga 200 meter dan dihiasi lampu lampu berwarna warni di sekeliling air mancur itu. Indah sekali seindah suasana peresmian Taman Cattleya , waktu pertama kali kita bertemu.
Waktu itu bulan Juni, Aku datang mengadiri peresmian Taman Kota seorang diri tanpa seorang kekasih, maklum aku jomblo saat itu. Untuk pertama kalinya aku berjalan sendiri tanpa didampingi seseorang. Sempat risih sih, banyak tamu undangan yang bertanya sana sini.
"Bi ... mana pasangan kamu?"  lalu ...
"Loh calon istrimu gak kamu bawa?"
Tanpa ambil pusing aku hanya geleng geleng kepala saja sambil tersenyum manis.
Suatu kebanggaan bagiku  menyumbangkan ide kreativitas pembangunan Taman Cattleya ini, entah tahu darimana sampai-sampai Walikota sendiri yang meminta langsung padaku mengenai proyek bernilai ratusan juta ini.  Ini point yang bagus, setidaknya aku sudah memiliki nama baik di kota ini.   
Dua jam sudah acara berlangsung, aku mulai bosan sendiri mendengarkan pidato pak walikota yang tidak karuan itu. Ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman, yup panas sekali hari itu, padahal panitia sudah menyiapkan tenda yang cukup untuk menaungi kami para tamu. Aku yakin semua tamu undangan merasakan hal yang sama denganku, termasuk perempuan cantik bergaun  biru laut yang terlihat gelisah tepat 10 meter di depanku. Berkali-kali dia melepas topi dan mengkibas-kibaskan ke arah wajahnya. Aku tersenyum geli memandang tingkahnya.    
Iseng iseng aku menghampiri sambil membawa segelas Orange Juice dingin yang ditawarkan seorang Pramusaji barusan.
"Panas ya ..." aku tersenyum sambil menawarkan Orange Juice 
Perempuan itu tersenyum. Kasihan wajahnya memerah karena kepanasan, tapi aku masih terpesona.
"Buat aku?" Aku menganggukkan kepala.
"Ah ... syukurlah ..." perempuan ini segera merebut gelas itu dari genggamanku. Tanpa berpikir panjang, diminumnya Orange Juice itu hingga setengah nya.
"Haus apa doyan mbak..? " candaku.
Perempuan itu tertawa... " Dua duanya..." katanya sambil melanjutkan minum seteguk lagi. "Hm ... enak, Cateringnya dapet darimana ya? pastry dan minumannya enak ..." Aku tertawa ...
"Mungkin karena gratis kali ya? " Perempuan itu menepuk bahuku.
“Ah, kamu tuh ... beneran loh."
Aku tersenyum. Perempuan ini cantik sekali, terasa nyaman bicara dengannya.
"Ini pemborosan." Gumamnya.
"Hm..?" aku  belum paham maksudnya.
"Ya  ini ... taman ini, buat apa coba? "
"Ya ... buat keindahan kota lah, buat apalagi?"
"Masalahnya ini ngabisin duit warga. Rupanya pajak kemarin tuh digunakan buat bikin kayak ginian."
" Ha?" aku hanya melongo.
"Jadi penasaran siapa sih yang desain ini Taman?" katanya... " Aku yakin dia nilep juga nih di proyek ini.."
Ingin rasanya aku menutup bibirnya dan bilang  akulah yang desain  taman ini, dan tidak ada korupsi di sini.
"Hm... kamu kayak penyelidik aja..." akhirnya hanya itu kalimat yang bisa kuucapkan. Perempuan itu hanya tertawa.
"Ngomong ngomong  kamu orang dari pemerintahan ya?" tanya gadis itu, aku menggelengkan kepala.
"Bukan."
"Loh.. kok  ada di acara formal seperti ini?" katanya, "gak sembarangan loh orang  yang hadir di sini." Aku mengangguk angguk tanda mengerti.
"Berarti kamu bukan perempuan  sembarangan dong? " candaku.
Perempuan itu tertawa terbahak bahak.
"Aku cuma diundang sama temenku yang kebetulan anak pak walikota, cuma dasar anaknya malah gak ada." Terangnya. "Lalu kamu? "
"Aku?" kataku sambil menunjuk ke diriku sendiri, erempuan itu menganggukan kepalanya.
"Aku Arbi," kuulurkan jemariku.
"Yee ... bukan nama kamu!" perempuan itu tertawa, "Aku Carla." Dia membalas uluran tanganku.
Akhirnya aku tahu namamu.
"Nama yang cantik seperti yang punya." Kataku.
"Ah.. sudahlah, aku sudah gerah sama cuaca hari ini, jangan buat lebih gerah lagi." Katanya. Kami tertawa...
"Hm.. profesi kamu apa?" tanya Carla.
"Aku Arsitek" 
"Wow.. keren!" katanya, "kalau aku kerja di Bank swasta di jalan Diponegoro."
Aku berfikir sejenak, loh itukan  alamat kantorku.   Ah, jangan jangan dia kerja di Bank yang baru saja buka di depan kantorku.
"Bank Mulya?"
"Loh kok tau?" 
"Iya, kantorku tepat diseberang Bank Mulya."
"Ohh.. itu ya, aku suka loh gedungnya." Ujarnya berseri seri.
Ahh.. Carla bisa saja kamu buat orang bersemangat. Menarik sekali perempuan ini.
“Carla, gimana kalo kita keluar aja yuk? Cari tempat enak buat ngobrol.” Kini akhirnya aku bisa ajak seseorang untuk keluar dari neraka panas ini.
“Kencan?” Perempuan itu menatap curiga padaku.
“Haduuuhh..” aku tertawa, “Ya sudah aku keluar sendiri saja kalo kamu gak mau.   Selamat bergerah gerah ria..”  Aku pergi meninggalkan dia.
“Tunggu… ikut.”
Hahahha.. benarkan pancinganku? Dia pasti akan mengikutiku.
Dan disanalah kisah kami dimulai
Arbi dan Carla

2 Person has expressed his thoughts, Now you turn guys!

  1. .hahahha
    bisa..bisa..
    salam kenal ..

+ Add Your Comment