Mari Belajar Diksi


By : Dhoifurrohmaniyah Thelonelyfairy


Terkadang, kita bertanya-tanya, kenapa ada orang yang begitu hebat dalam berpidato dan orasi hingga membuat pendengarnya tergugah bahkan hingga mampu membuat mereka bertindak sesuai kehendak si pembicara, sebut saja orang-orang semacam Soekarno, Obama, Martin Luther King, Jr, atau pada bidang yang berbeda seperti Zainuddin MZ dengan ceramah agama beliau serta Ariel Peterpan dengan lirik lagunya.

Beberapa tahun lalu, kita juga menemukan tulisan-tulisan pada suatu blog yang memancing ratusan komentar, ribuan pengunjung dan mampu merubah cara berpikir kita.

Pada tataran yang lebih terkini, kita sering menemukan akun-akun twitter yang tweet-nya begitu banyak di-reply atau di retweet, serta status-status facebook yang sebenarnya mengungkapkan suatu hal yang biasa namun terasa menarik untuk dibaca.

Atau pada contoh yang lebih personal, kenapa ada pria dan wanita yang begitu mudah membuat lawan jenisnya tertarik hanya melalui kata-kata?

Kenapa?

Tema yang dibicarakan kah?
Mungkin, namun lihat saja, banyak orang yang membicarakan tema yang sama, menuliskan topik yang senada namun tidak mendapat respon yang semegah mereka harapkan.

Faktor siapa yang berbicara kah?
Tidak juga. Lihat saja blog-blog yang dulu sempat menciptakan mahzab sendiri itu. Terkadang si penulis bahkan tersembunyi dalam anonimitas.

Lalu apa?

Semua karena diksi.

Apa itu diksi?


Definisi sederhananya, diksi(diction) adalah pemilihan kata dan metode penggunaannya dalam tulisan atau pembicaraan, serta kemampuan menyampai maksud/ide/keinginan dalam bentuk kata-kata sejelas-jelasnya.

Mari kita baca kutipan berikut:
“Diction will be effective only when the words you choose are appropriate for the audience and purpose, when they convey your message accurately and comfortably. The idea of comfort may seem out of place in connection with diction, but, in fact, words can sometimes cause the reader to feel uncomfortable. You’ve probably experienced such feelings yourself as a listener–hearing a speaker whose words for one reason or another strike you as inappropriate.”
(Martha Kolln, Rhetorical Grammar. Allyn and Bacon, 1999)

Diksi sangat penting dalam komunikasi karena pada dasarnya, setiap orang memiliki tingkatan yang berbeda dalam berbahasa.

Mencoba menunjukkan ketidak setujuan kita pada dosen dengan berucap “penjelasan bapak kaya sampah” jauh lebih mengesankan kita sebagai orang tidak terdidik bagi si dosen, sementara pesan tentang pendapat kita yang berbeda justru akan tersamarkan.

Memilih kata yang tepat yang dapat mewakili pesan yang ingin kita sampaikan, yang tepat bagi audiens, dan yang dapat membawa tujuan dari komunikasi yang kita lakukan, itu lah diksi.

Dan diksi itu, semacam skill. Kemampuan. Bakat, namun juga dapat dikembangkan melalui latihan.

Dari buku Gorys Keraf (DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

Jadi semakin banyak vocabulary kita, serta semakin dalam pemahaman kita terhadap nuansa makna (efek mental) dari suatu kata, maka semakin bagus diksi kita.

Cara melatihnya tentu saja, banyak membaca, mendengar, memperhatikan reaksi orang-orang ketika membaca/mendengar kata-kata tertentu, banyak membuka kamus.

Lagipula, memangnya dictionary itu asal katanya dari mana?

Contoh lain diksi adalah ketika seseorang dirujuk dengan panggilan yang berbeda oleh orang yang sama, namun pada situasi dan audiens yang berbeda.

Saya bisa memanggil seorang Rahmad Hidayat dengan beberapa pilihan, misalnya:

1. Pak Rahmad, ketika saya dan dia menjadi pembicara dalam sebuah diskusi bahasa di depan dosen
2. Rahmad, ketika diskusi bersama teman-teman kuliah tanpa dosen
3. Amet, ketika kami ada di rumah orang tuanya
4. Ndul, ketika kami bersama teman-teman dekat

Selain itu, eufumisme alias faktor keindahan bahasa juga penting dalam diksi. Hal ini terlihat jelas dalam lirik lagu, prosa pendek, puisi, atau gombalan.

Rima/akhiran, serta ritme/keselarasan yang serupa dalam tiap bait lagu akan sangat menentukan kenyamanan saat mendengar lagu tersebut.

Pun sama ketika menggombal, “aku cinta kamu, dalam benar maupun keliru” misalnya.

Sebagai tambahan, saya pribadi berpendapat, khusus untuk bahasa tulisan, diksi juga mencakup pemilihan tanda baca, kapitalisasi, serta bentuk-bentuk visual lain juga akan sangat membedakan makna. Misalnya memilih antara memakai HURUF KAPITAL atau italic atau cetak tebal untuk menekankan sesuatu. Atau menggunakan satu tanda seru (!) atau banyak tanda seru (!!!!!!) atau tanda tanya cuma satu (?) atau banyak (???) atau campuran (!?!?!)

Karena itu, untuk menjadi penulis yang baik, pengarang lagu yang hebat, blogger yang menarik, akun twitter yang disukai, status facebook yang mendapat banyak komentar, atau penggombal yang sukses, kuasailah diksi.

***

Bacaan tambahan:

+ Add Your Comment