UJIAN SEMESTER


Wiladah El-Fairy Liandra


Beni menarik nafas dalam – dalam kemudian mengeluarkannya perlahan. Terus dipandangnya kalender dengan gambar artis cantik itu. Mulutnya komat-kamit seperti mbah dukun yang siap menyembur pasiennya seperti lagu Alam penyanyi dangdut yang sempat naik daun beberapa tahun lalu.
“Huaaaaaahhhhh!!!!” Beni menggeliat sambil berteriak keras. Sontak semua teman-temannya yang tengah sibuk dengan urusan masing – maing mereka kaget.
“Ada apa, Ben?” tanya Upeng, penghuni rumah kontrakan ‘the brother’ yang paling tua. “ada hantu ya di kalender itu makanya kamu teriak-teriak nggak jelas?”
Beni berbalik melihat Upeng sambil berkacak pinggang. “Ujian semester 2 minggu lagi.” jawab Beni.
Semua penghuni kontrakan tertawa mendengar jawaban Beni. “Belajar makanya! Cuma nilai kamu aja yang selalu terendah Ben diantara anak – anak penghuni rumah the brother.” kata Wahyu mengomentari jawaban Beni.
               “Mau belajar yang seperti apa lagi?” Beni kembali menarik nafas dalam – dalam. Dia menghempaskan badannya diatas tikar yang biasa dia pakai untuk tidur siang di ruang tamu. “Mati-matian belajar tapi nggak ada hasilnya.”
“Kamu ini, Ben. Belum apa – apa sudah menyerah.” Ical yang dari tadi sibuk berkutat dengan buku – bukunya menimpali. “Coba lihat Rasulullah SAW. Bagaimana beliau belajar membaca. Beliau tidak langsung bisa namun Beliau terus belajar. Rasulullah tidak pernah menyerah sebelum mencoba. Seharusnya kamu mencontoh sikap Rasulullah SAW.” Kata – kata Ical langsung disambut dengan kata – kata setuju oleh penghuni rumah the brother yang lainnya. Mengingat Ical adalah orang yang paling tinggi pengetahuan dan ilmu agamanya diantara yang lain, maka tak jarang kata – kata atau pendapat Ical selalu menjadi solusi.
Beni beristigfar sambil mengelus dadanya. Dia ingat nasihat Amaq dan Inaqnya di desa agar dia selalu meneladani sifat – sifat Rasulullah dan selalu berdoa kepada Allah SWT selama perantauannya. Tapi Beni salalu khilaf dan terus mengulangi kesalahan yang itu-itu saja. Tak mau berusaha. Hanya mau gampangnya saja tanpa melakukan apa-apa.
“Jangan makanya pakai SKS (Sistem Kebut Semalam), Ben. Ndak ada yang nyangkut materi ujiannya kalau kamu belajarnya Cuma satu malem. Nabung caranya biar banyak materi ujian di kepalamu.” Awan mengusulkan teknik belajarnya pada Beni.
“Atau kamu buat note kalau malas baca buku. Kamu bawa itu catetan kemana – mana biar terus inget sampai ujian.” Solihin tidak mau kalah. Dia juga mengusulkan teknik belajarnya.
Beni mengendus mendengar satu persatu teman – temannya saling adu teknik belajar. dia sendiri tidak punya teknik belajar yang baku. Ah, tidak! Mungkin SKS (sistem kebut semalam) adalah satu – satunya teknik belajar yang diketahui oleh Beni dan teknik itu juga yang paling sering dia terapkan walaupun hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Maksimal 70.
Hari berganti hari, ujian semester yang selalu menjadi mimpi buruk bagi Beni tinggal 2 hari lagi. Dia belum juga memulai menyicil materi – materi ujiannya. Malah semangat belajarnya tambah menurun dihari dekat – dekat ujian. Beni bergidik membayangkan kalau semester ini dirinya akan kembali mendapatkan IPK paling rendah dari penghuni rumah the brother yang lainnya. Sudah empat semester nilainyalah yang paling rendah, 2.4.
Semester ini pun Ical menempel pengumuman yang sama di papan pengumuman rumah kontrakan sederhana itu. Hanya saja ada yang beda untuk semester ini.
“Ada-ada saja Ical ne.” komentar Supar selesai membaca pengumuman itu.
“Seperti biasanya. Ical selalu membuat kompetisi setiap ujian semester agar kita termotivasi.”
“Ya, dan semester ini hadiahnya lain dari semester sebelumnya. Biasanya hadiahnya buku kali ini flasdisk 16 giga.”
“Lagi banyak uang kayaknya tu anak.” Kata Beni sambil senyum – senyum sendiri. Jantungnya dag dig dug membaca pengumuman itu.
Beni memang sangat tertarik dengan hadiah yang Ican tawarkan. Sejak flasdisnya hilang satu bulan yang lalu, Beni merasa sangat kehilangan. Bagi Beni yang belum memiliki komputer atau laptop, flasdisk itu adalah bank datanya. Semua materi kuliah berbentuk softfile yang dia kumpulkan atau tugas – tugasnya ada di flasdisk itu. Tapi, sebulan lalu bank datanya itu pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Sekarang dari waktu kewaktu berfikirlah Beni bagaimana caranya dia agar bisa mendapatkan nilai bagus di ujian semester kali ini. Paling tidak IPKnya bertambah atau mungkin harus lebih tinggi dari yang lainnya. Dia mencari cara selain belajar.
****
“Sudah belajar, Ben? Besok ujian textbook analysisnya buk Eni.” tanya Herman yang juga teman sekelasnya.
“Udah.” Jawab Beni malas.
“Tapi tidak pernah saya lihat kamu belajar.”
“Cerewetmu. Saya belajar dengan cara saya sendiri. Tenang saja, semester ini pasti nilai saya melebihi nilai kalian semuanya,” kata Beni kemudian dia beranjak dan masuk kamar.
Herman mengkerutkan kening. Dia melihat ada yang aneh pada sikap temannya itu sejak Ujian semester dimulai. Apalagi hampir 2 minggu ujian berlangsung Beni selalu selesai lebih dulu daripada dirinya. Padahal di tahun – tahun sebelumnya Beni adalah mahasiswa yang paling akhir keluar kelas jika ujian. Tapi semester ini tidak.
****
Pagi itu tepat pukul 7.30 wanita paruh baya dengan potongan rambut pendek memasuki kelas bahasa inggris semester VA. Di tangan kanannya ada berlembar – lembar soal ujian semester untuk mahasiswanya. Ini adalah mata kuliah terakhir ujian semester untuk semester ini. Beni yang duduk di kursi pojok dekat jendela dag dig dug ketika dosen enerjik itu meminta semua mahasiswa meletakkan tasnya di luar kelas. Tapi hati kecilnya mengatakan ‘usai sudah semuanya setelah hari ini terlewatkan’.
Beni kembali duduk di kursinya. Berusaha bersikap sewajar mungkin agar tidak ada yang curiga dengan segala sesuatu yang dia lakukan. Belum juga mulai beraksi Ibu Eni, dosennya meletakkan selembar kertas di atas mejanya. Beni menatap kertas itu kemudian melihat Ibu Eni secara bergantian. Perlahan diambilnya kertas itu kemudian dia membaca huruf – huruf yang tertata rapi di atasnya.
Saya tau apa yang kamu lakukan. Periksa kantongmu dan kamu akan tau maksud saya. Temui saya di ruang dosen selesai ujian.
Beni terbelalak membaca tulisan itu. Air mukanya langsung berubah. Lehernya terasa tercekat biji alpukat dan dia sama sekali tidak tau harus berbuat apa. Guncangan hebat melanda jantungnya, hampir saja meledak saking malunya. Saking takutnya. Beni menunduk melihat kakinya yang terasa mengecil. Kepalanya berat dan dia tidak kuat mengangkat kepanya untuk melihat isi semua kelas. Dia merogoh setiap saku yang dimilikinya. Memang ada yang hilang. Sesuatu yang sangat penting baginya 2 minggu ini. Rahasia sukses belajarnya untuk menghadapi ujian semester. Usahanya untuk mendapatkan IPK tinggi dan flasdisk 16 giga lenyap sudah. Dan celakanya Beni ingat kalau di bagian paling atas kertas panjang contekannya itu tertulis nama lengkapnya Beni Ahmad.


+ Add Your Comment